Emotional Physics

From PKC
Jump to navigation Jump to search

Happiness itu menular..


/Happiness is contagious


Happiness.jpeg


A bahagia, B melihat langsung - B disebut degree pertama
C yang merupakan anggota keluarga dari B - disebut degree kedua
D yang bukan anggota keluarga tetapi berteman dengan B disebut degree ketiga (interaksi melalui media sosial, tidak langsung ketemu)

Untuk degree pertama kemampuan menularnya 15%, degree kedua 10% dan degree ketiga 6%.

Ini hasil riset dari Harvard Medical School (Nicholas Christakis dan James. H Fowler) dan UC San Diego tahun 2008.

Ternyata kebahagiaan itu bisa ditularkan oleh media sosial, dapat mempengaruhi bahkan orang yang tidak pernah kita temui. Ini penemuan menarik, karena sebelumnya orang berpikir kebahagiaan hanya dapat ditularkan secara langsung saja. Antara kita dengan teman sekitar kita, tapi kenyataannya kebahagiaan dapat ditularkan ke teman dari teman kita yang tidak kita kenal sama sekali.

Having more friends also increased happiness, but having friends who were happy was a much bigger influence on happiness.


Menurut James H. Fowler (co author riset ini), ternyata kesedihan juga dapat mempengaruhi orang tetapi lebih kecil pengaruhnya dibanding kebahagiaan.

Christakis dan Fowler juga melakukan penelitian sebelumnya bahwa kegemukan itu bisa ditularkan lewat social media.

Pada awal tahun 2008 juga ada sekelompok peneliti study bahwa kebiasaan merokok ini dapat dihentikan ketika kelompoknya atau kelompok social medianya berhenti merokok.

Orang cenderung meniru wajah orang, orang yang tersenyum, maka kita terdorong untuk tersenyum. Muka orang happy, cenderung kita tiru. Dan ini akan mempengaruhi cara berpikir.


Complaining itu menular dan merusak sekali

Complaining hanya meningkatkan intensitas perasaan negatif dan menyebarkannya ke yang lain, membentuk kecenderungan negatif untuk otak kita.

Pada waktu kita sering komplain maka di otak kita hubungan antara sinaps diantara sel-sel otak kita semakin lancar seperti belajar matematika. Dengan demikian ketika terjadi sesuatu, maka ia maunya komplain saja. Dengan kata lain otaknya memerintahkan sel-sel tubuh untuk bergetar pada frekuensi negatif itu dimana pikiran-pikiran negatif terbentuk.

Chronic stress can also lead to a host of other health problems, including heart disease, depression, digestive issues, lowered immune system, insomnia, and unhealthy eating habits.

Ngedumel itu bisa jadi habit.

Complain itu protes menyatakaan ketidaksukaan Ngedumel itu ngomel sendiri.